Muara Doa - Puisi-Puisi Faniyati Wardhani

ZIKIR EMBUN

selepas berkedip, matahari mengintip
menengok tanpa meminta secawan izin

bergelayutan butir-butir embun
pada pucuk daun,

berzikir
meninggalkan harap, melangit segala doa
melaut segenap air mata

kita adalah embun
yang tak terhitung jumlahnya
mengucap segelintir pujian atas segumpal dosa-dosa

       melesapkan panah-panah ampun pada luka-luka.


Jember, 2024


BENTANG LAUT YANG BERKISAH

kusaksikan gelombang laut yang riuh
menabrak karang kehidupan
memberi arah pada insan-insan.

pasang surut adalah kesedihan dan kebahagiaaan 
dan denyut laut menjadi muara segala rasa
yang sudah menjadi bagian dari kita

sekarang, kita hanya perlu
menyatukan kedua tangan
menjelma hampar laut
dengan butir butir harap yang bertaut

hingga tak tampak satu persatu
sebab segala yang runtuh dan tak tersentuh
menjadi utuh.

Jember, 2024


RUMAH SUJUD

binar rembulan
bertengger di jendela
tirai tergantung

       di samping lafaz Allah
       hampar sajadah lusuh
       hampir tak tersentuh

"Sebab, rindu tidak bisa tergambar
kecuali pada orang yang dicinta.” - Imam Al-Ghazali


Jember, 2024


Muara Doa

ibu,
doamu adalah ricik sungai
hulu-hilir harapan, tempatku membasuh luka dan seringai

ibu,
doamu adalah rintik mata sungai
       selepas terbentur pada kelokan ikhtiar
       selepas terbentur pada batu-batu gusar

ibu,
doamu adalah aliran tak ada henti
sampai menemukan muara ke laut abadi
bernama palung hati

Jember, 2024


*Faniyati Wardhani adalah Anggota Komunitas Sastra Santri Nuris. Ia juga merupakan Alumni SMP Nuris Jember yang kini sedang duduk di bangku Kelas X MIPA 1 SMA Nuris Jember
___

Sumber gambar : Freepik  (https://www.freepik.com/premium-ai-image/man-sits-desert-with-sunset-background)
Refresh halaman ini jika komentar tidak tampil