Puisi Kaleidoskop Reruntuhan Doa

Kaleidoskop Reruntuhan Doa

Karya Ibnu Wicaksono

 

/1

di rebah jalan melaju pulang,
lelaki memungut doa-doa berserakan
di retak aspal dan luka zaman,

barangkali gerimis yang runtuh
adalah kembang tumbuh untuk kisah yang
terlanjur berdarah.

ia bungkus luka dengan sapu tangan tak setipis tangis
lubang demi lubang luka mereda,
meski sebenarnya ada selaput sakit dirahasiakan
dari angin dan udara, pula kata-kata
kehilangan bahasa, dijajah oleh keinginan-keinginan
matahari yang terlampau kemarau.

lelaki itu menjumpai cuplikan-cuplikan adegan
dirinya sendiri
berderet acak pada pikiran dan perjalanan
yang semakin mengembara, semulai halte menunggu,
stasiun senja yang senyap, karnaval manekin
dalam juta cahaya,
konser sepi langit, sampai sebuah cermin retak
dalam kamar yang ramai kata-kata sarkas, dalam
dadanya.

di serebah jalan menuju pulang,
lelaki memungut doa-doa yang berserakan.

/2
di segeletak bangku halte yang menunggu
dalam perjalanan menuju pulang, lelaki
menyaksikan
dirinya menggambar hujan dalam matanya,
dalam dirinya tak hanya ada Vladimir dan Estragon
yang menunggu Godot, tetapi juga Becket yang
menanti kelahiran naskah drama yang lebih dari sandiwara
pemerintah.
dalam diri seorang lelaki, ada makam-makam yang
menunggu seperti terdengar bisikan bising:

adakah yang lebih sepi selain menjadi diri
yang di dalamnya tumbuh makam-makam dengan taburan
pertanyaan yang lebih wangi dari bunga?

lelaki duduk sendirian tepat di tengah, menatap ke
depan sebuah pemandangan kosong. Tunggu! Bukankah
mata lelaki itu yang sebenarnya kosong?

ada sepasang lagu yang datang, dari arah
berlawanan, mereka duduk tepat di samping kiri dan kanan lelaki.
menembangkan lagu
sedih yang memenuhi layar maya, menyanyi
bergantian serupa estafet kecemasan.

di ujung lagu, mereka
perkenalkan diri:
halo, namaku luka, dan dia kekasihku,
airmata.

/3
di segumpal tanah jingga,
ada stasiun menanti untuk mengantar lelaki menuju negeri senja,
sebuah negeri tanpa kata-kata, hanya dialog
pikiran mencemaskan
lalu lelaki menulis air mata pada dinding langit:
semulai film sandyakala dan bang kulon sigra
amuksa (senja yang bergegas lenyap), lalu ia
mengembara bertemu tembang senja di
jakarta milik banda neira dan senja-senja tai
anjing milik project hambalang, sampai tiba
pada tiga baris gardika gigih

pernahkah kau sedekat ini, kuberlari dan berlari
pernahkah kau merasa, jauh nyata dari asa
pernahkah kau mengejar, jauh takkan terkejar

sungguh, senja dan cinta yang berdarah
telah menjelma alinea dalam dinding dada lelaki
yang dalam perjalanan pulang,
ketika doa-doa berserakan,

ia menatap ke jingga langit sampai gelap, pula
kelam yang mencekam

sambil melayangkan tanya:
adakah jalan pulang untuk lelaki yang
seringkali gagal dalam tiap kepergian?

/4
dalam sebuah makam dalam cahaya dan igauan
seismograf
lelaki mati dalam puisi, dibunuh kata-kata yang
luber dan berima-rima, serupa proyek keterpaksaan
yang brutal

sebenarnya, lelaki telah mengembara di belantara kecemasan
tapi, dirinya menjadi pusat perbelanjaan dengan
ribuan matahari yang bersinar, tapi tak menerangi apa-apa.
sebenarnya, lelaki telah membaca di lembar-lembar perjalanan
tapi dirinya menjadi pusat pariwisata dengan ribuan siasat
yang sesat, tapi tak berani berkata apa-apa.
sebenarnya, lelaki telah berbicara di mimbar pertemuan

tapi dirinya menjadi pusat konseling dengan
ribuan kata-kata
yang bertebaran, tapi belum berani apa-apa.
dalam sebuah makam dalam cahaya, laut dengan
ikan-ikan yang berperasaan, sampai serenung gunung dengan
rerimbun pose

bermajas instagram:
lelaki seperti berjalan tapi tanpa kaki, berjalan
dengan pikiran tapi tidak bergerak, jalan di tempat yang bukan
sebuah tempat.

/5
maka luka-luka dilayangkan ke langit, menjelma
sebuah konser sepi yang mencekam, lampu-lampu sorot
dari semua mata meluncur tajam pada segala dinding langit yang
membentang dalam dada seorang lelaki.
lelaki itu menjelma gedung bertingkat, dengan
eskalator dendam di lantai atas, botol-botol bir, daftar menu sendu,

Sampai mikrofon-mikrofon yang menjadi pisau,
bunyi berisik dan risau yang menyala dalam layar
karaoke bergesa penuh seperti kemacetan jakarta,
dan antrean ibu-ibu mengambil beras bantuan
pemerintah sampai peluit tukang parkir yang melebihi
bebunyian peluru israel
musabab pemilik mobil tak mau ditertibkan.

dalam konser sepi, lelaki menatap reruntuhan doa
dari langit seperti taburan bunga untuk sebuah makam,
untuk nisannya sendiri, untuk sebuah kematian
yang lama singgah dan menjadi kehidupan lelaki sampai tak
sadar bahwa kehidupannya adalah sebuah kematian.
sebelum mengunjungi pejam matanya, lelaki itu
beranjak dari dalam layar instagram, menuju retak cermin, membaca
diri yang telah lama kehilangan bahasa.

/6

pada selingkar cermin retak,
lelaki menatap adegan demi adegan air matanya
pecahan kaca yang menjadi longsor perasaan
bias-bias cahaya yang menjadi serangan
ketidaksepahaman

kata bangsat telah menjadi bangsa dalam dirinya
kata bajingan telah menjadi keranjingan dalam
dirinya
sampai tibalah ia pada sebuah jembatan
menyeberang dari sebuah kota yang ramai katakata
juga sebuah desa yang dijadikan wisata dengan
berisik cinta
menuju sebuah tempat, entah apa.

di rebah jalan melaju pulang,
lelaki memungut doa-doa berserakan
di retak aspal dan luka zaman,

barangkali gerimis yang runtuh
adalah kembang tumbuh untuk kisah yang
terlanjur berdarah.

Jember, 2021-2022

Tentang Penulis

Ibnu Wicaksono adalah Penulis Buku dan Pengajar di SMA Nuris Jember. Bukunya yang telah terbit : Buku Kumpulan Cerpen "Bapak Puisi, Ibu Novel, dan Kami Pembatas Buku" dan Buku Kumpulan Puisi "Judulnya Nanti setelah Rindu Reda". Ilustrasi Cerpen dalam karya ini dibuat oleh Cak Nur Sumpah Serapah.

Ibnu Wicaksono, lahir di Balung-Jember, 6 Maret 1994. Penulis Terbaik (bersama 4 penulis lainnya) dalam Menulis Cerita Rakyat, Watu Ulo Pegon (2019). Naskahnya “Bang Kulon Sigra Amuksa” difilmkan dan sebagai Finalis International Moving Film Festival, Iran (2019). Editor Buku Antologi Cerpen Gandrung Melarung Mendung karya Ayu Nosa (2018-2019). Puisinya “Anak Senja” dialih-wahana menjadi Film “SANDYAKALA” karya Ghuiral H. Safaragus (2018-2019). 10 Besar Finalis Manuskrip Buku Puisi se-Jawa Timur, Dewan Kesenian Jawa Timur (2017). Penulis Terpilih dalam Workshop Cerpen Kompas Nasional di Bali (2015 dan 2016). Juara 2 Sayembara Cerpen se-Eks Karesidenan Besuki (2016). Juara 1 Menulis Cerpen tentang Hari Ibu, KSEI Fakultas Ekonomi Unej (2016). Juara VIII dalam Lomba Penulisan Puisi Tingkat Nasional (2016). Duta Universitas Jember dan Juara 2 Lomba Pekan Seni Mahasiswa Nasional tingkat Jawa Timur (2014 dan 2016). Inisiator Acara Nang Ning Nung Puisi Parade Kecil Musik Puisi (2016). Penulis dalam Buku Antologi Puisi Penyair Indonesia, Kumpulan Cerpen Nahima Press, Kumpulan Puisi Nahima Press, Kumpulan Cerpen Imasind, Kumpulan Puisi Imasind, Kumpulan Puisi Belantara Cemas DKK, Kumpulan Puisi Sastra Timur Jawa, dan lain-lain. Penulis dalam Buku Antologi Dongeng UKM Kesenian Unej (Judul: Bul-bul dan Belalang Hijau bersama Nur Majdina, Alle AF dan Ibnu). Penulis Naskah dan Aktor “Kursi Roda” dan menjadi 10 Besar Lomba Seni Indonesia Berkabung dan dipentaskan di ISI Yogyakarta (2015), Finalis dan Kontributor Buku Kumpulan Cerpen Penerbit Deepublish (2015), Juara 3 Lomba Puisi 7 Kota (2015). Penulis Naskah dan Aktor “GANDRUNG JAWI” dipentaskan di Gedung PKM Unej (2014). Finalis dan Kontributor Buku Kumpulan Cerpen PNE Award Psikologi Unmuh Jember (2014). Penyair Undangan dalam Ngaji Sastra Komunitas Tikungan Indonesia (2014). Sutradara dan Penulis Naskah dalam Temu Teater Mahasiswa Nusantara (TTMN) di Jakarta (2014) dan dipentaskan di Tulung Agung dan Sumatera Barat. Juara 1 Lomba Menulis Naskah Drama Unej melalui naskah Kardus di Ruang Tunggu Stasiun (2014). Sutradara dan Penulis Naskah Film “DUA SURAT” (2014). 10 Besar Lomba Tulis Nusantara Nasional, Kategori Puisi (2013). Juara 1 Cipta Baca Puisi se-Eks Karesidenan Besuki (2013). Cerpen termuat di Republika, Radar Jember dan beberapa Media Online (2013-2019). Sutradara dan Penulis Naskah “PERTEMUAN” dipentaskan di Gedung Soetardjo Unej. Penulis Naskah, Sutradara dan Aktor “BANGSAT” dipentaskan di Gedung PKM Unej (2013). Juara 1 Lomba Menulis Puisi tentang Hari Ibu (2012).

Refresh halaman ini jika komentar tidak tampil