Puisi Benih Berakar
Karya Tasya Dea Amalia
Berawal dari benih berakar. Menjadi akar berakar. Tumbuh dari sebentuk sinar sebuah layar. Tahukah layar akan kata tukar menukar? Apalagi akar yang hanya tertindih semak belukar. Bisakah seseorang katakan pada akar meski samar?
Peradangan yang menjadi memar. Ke manakah bisa lari kumpulan akar. Jika mereka tak punyai sabar. Terpendam dalam tanah lapar. Tak tahu bumi sedang terbakar
Mendatangkan lubang, menyembul ular. Malang bahaya mulai menyebar. Memakan sukma dengan kasar.
Langit pun berkata, “ Bakar, bakar dan bakar”. Benih berakar jadi gusar. Akankah sebuah tapak jalan pasar mulai berlayar. Mata dan pasar mulai haus akan harta selembar, demi selembar. Siapa yang akan percaya pada sinar?
Berakar dan berakar. Benih tanah masih akan berakar. Meski tiada mengerti manusia akan kata bayar-membayar. Mata dan pasar masihlah belum sedar. Tanah berakar akan terus berlayar. Pada hidup ataupun ketiadaan akar. Semakin hilang sadar, Semakin lari benih berakar. Gaungkan makna mata dan pasar
Ingatkan janganlah terus makan, pasar! Benih berakar bukan sembarang sabar. Pastilah datang sifat kasar. Mengikis sabar dan hilang benih berakar. Apalah arti tanah benih berakar. Tiada lagi tersadar.
Kamis, 18 maret 2019
Puisi ini telah dilombakan dan meraih juara 1 tingkat eks-Keresidenan Besuki dalam ajang lomba menulis puisi dengan tema memperingati “Hari Bumi” oleh Transmart Studio Mini 2019.
*Penulis adalah alumni SMA Nuris Jember tahun lulus 2019, kini melanjutkan studi sarjana di Universitas Negeri Malang