Peran Astronomi dalam Penentuan Waktu Shalat, Arah Kiblat, dan Penanggalan Hijriah

[buletin-smaris] Pada masa keemasan islam (8-15M) kekhalifahan Abbasiyah, ilmu astronomi berkembang begitu pesat. Karya astronomi Islam ditulis dalam bahasa Arab dan dikembangkan di Timur Tengah. Astronomi dalam islam sangat erat kaitannya dengan ketentuan pelaksanaan ibadah. Melalui Al-Qur’an, umat islam mendapat petunjuk dari Allah SWT. sehingga waktu shalat tidak berubah dan sifatnya tetap walaupun zaman telah berubah. "Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)" (QS Al-Isra' [15]: 78). Namun, waktu matahari tergelincir berbeda-beda pada setiap daerah. Apalagi bagi umat muslim yang tinggal di apartemen dengan ketinggian tertentu.   

Perhitungan lintang dan bujur tempat, serta ketinggian matahari dalam astronomi dapat digunakan untuk menentukan waktu shalat tersebut. Ilmu astronomi juga diperlukan dalam menentukan arah kiblat. Ka'bah sebagai pusat kiblat bagi umat muslim sedunia. Dalam khazanah astronomi, penentuan arah kiblat bisa menggunakan perhitungan posisi rasi bintang, bayangan matahari atau pun arah matahari terbenam. Selain itu, ilmu astronomi juga memiliki peran penting dalam penanggalan Hijriah berdasarkan pada penentuan awal bulan Qomariyah, dan perhitungan gerhana. Hal ini membuktikan bahwa astronomi dan islam menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan hingga saat ini Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) masih menggunakan formula dan kalkulasi yang diadopsi dari ilmuan muslim.

Penulis : Adinda Putri | Editor : Tazyinatul Ilmiah

Refresh halaman ini jika komentar tidak tampil