[Kolom KIR] Fitoremediasi Limbah Cair Tahu dengan Konsep Filtrasi Bertingkat Guna Menjaga Kualitas Air

Penulis : Alyaa Nur Karimah*
 
Judul karya KIR : 
FIRASAT: Fitoremediasi Limbah Cair Tahu Berbasis Kayu Apu Dengan Konsep Filtrasi Bertingkat Guna  Menjaga Kualitas Air Dalam Kehidupan Berkelanjutan
 
Lagi-Lagi permasalahan air di Indonesia yang menjadi pembicaraan, bagaimana tidak? Permasalahan tentang air memang bukan suatu permasalahan yang baru terjadi dan bahkan masih sedikit ide atau gagasan untuk mengatasi masalah ini. Akan tetapi dampak yang dirasakan sangatlah besar. Mengingat air merupakan komponen utama kehidupan, bagaimana tidak? 60% tubuh kita saja tersusun atas air bahkan, negeri kita sendiri Indonesia merupakan negara maritim yang dimana 2/3 wilayahnya tersusun oleh perairan. Akan tetapi dibalik luas wilayah perairan yang dimiliki Indonesia terjadi banyak permasalahan salah satunya ialah pencemaran air. Berdasarkan survei oleh peneliti terdahulu menyebutkan bahwa diantara banyaknya penyebab pencemaran air yang terjadi saat ini limbah cair industri memiliki tingkat pencemaran yang tinggi dibandingkan dengan limbah cair rumah tangga, salah satu limbah cair industri tersebut ialah limbah cair tahu. Limbah air tahu merupakan limbah cair yang dihasilkan industri tahu. Jika dilihat dari kandungannya limbah cair tahu memiliki kadar polutan yang tidak sedikit apa saja itu? Don’t skip for reading guys!!
 
Dari hasil pencucucian, perebusan, pengepresan, dan pencetakan tahu dihasilkan berbagai polutan seperti BOD sebesar 5643-6870 mg/l, COD 6870-10500 mg/l, P-Tot 80,5-82,6 mg/l, kadar tersebut tidaklah sesuai dengan ketetapan Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2008 tentang baku mutu pengolahan limbah cair tahu dengan batas kandungan BOD sebesar 100 mg/l, COD 300 mg/l (Alimsyah, 2013). Dampak yang diberikan oleh limbah cair tahu pun tidak boleh dianggap remeh kadar COD dan BOD yang tinggi dapat berpengaruh pada lingkungan seperti gangguan terhadap kehidupan biotik, gangguan kesehatan, gangguan keindahan serta merusak benda (Nurtiyani, 2000), selain itu dengan adanya kadar polutan tersebut tidak menutup kemungkinan akan terjadinya kepunahan biota laut. Dari banyaknya permaslahan pencemaran air pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya seperti dengan menetapkan peraturan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup (UUPPLH) serta dengan pembuatan Instalasi pengolahan Air Limbah (IPAL)  yang mengatur antara keseimbangan hukum dan lingkungan. Akan tetapi solusi tersebut maih dianggap kurang efektif, sebab masih ditemukan banyak sekali pencemaran air terutama di daerah pelosok yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.
 
Benar kata BJ. Habibie jika bukan pemuda-pemudi bangsa yang mengatasi permasalahan negara lalu siapa lagi? Akankah kita menunggu bantuan dari bangsa lain? Tentu tidak bukan!. Menyikapi permaslahan yang disebabkan oleh polusi limbah cair tahu Siswa-Siswi SMA Nuris Jember tidak tinggal diam berbekal pengetahuan yang dimiliki siswa-siswi SMA Nuris jember memiliki suatu Inovasi tentang FIRASAT. Apa itu FIRASAT? Bagaimana FIRASAT dapat mengatasi permasalahan  pencemaran air?

 

FIRASAT merupakan suatu inovasi konsep Fitoremediasi dan filtrasi bertingkat. Fitoremediasi merupakan penggunaan tumbuhan yang bertujuan untuk menghilangkan polutan yang menyebabkan pencemaran, selain itu fitoremediasi juga dapat berperan sebagai penstabil dan penghancur zat kontaminan yang berbahaya. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai fitoremediator adalah kayu apu atau orang-orang sering menyebutnya apu-apu. Mungkin disini kalian bertanya-tanya mengapa harus kayu apu sih? Apa keunggulannya? Penggunaan tanaman kayu apu dalam fitoremediasi dikarenakan tanaman ini merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi dalam menurunkan kadar pencemaran air limbah yang memiliki kadar organik tinggi (Damayanti et al. 2004). Untuk mengoptimalkan hasil limbah fitoremediasi peneliti melakukan studi efektivitas dengan menambahkan konsep fitoremediasi bertingkat menggunakan bahan-bahan sederhana seperti pasir silika, pasir zeolit, pasir mangan, serta karbon aktif arang tempurung kelapa. pemilihan media filtrasi ini disebabkan media-media ini memiliki beberapa keunggulan seperti Pasir silika yang berfungsi sebagai pemfilter partikel besar dan kecil, Pasir zeolit yang berfungsi sebagai penyaring air dan penambah oksigen dalam air, Pasir mangan yang berfungsi sebagai menurunkan kadar zat besi serta logam berat dalam air,  sedangkan karbon aktif arang tempurung kelapa yang sebagai penurun zat amonia yang terdapat dalam limbah cair tahu. penggunaan karbon aktif arang tempurung kelapa dapat menurunkan zat amonia sebesar 93.693% (Fitriyah 2014)
 
Kemudian untuk cara pembuatan FIRASAT memiliki beberapa tahapan. Sebelum menuju proses pembuatan FIRASAT kita harus mempersiapkan alat dan bahan. Yakni meliputi ember, botol, limbah cair tahu, dan kayu apu. Tahap selanjutnya ialah Proses Aklimatisasi kayu apu. Pada tahap aklimatisasi dilakukan proses pembersihan pada akar tanaman kayu apu menggunakan air untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang melekat. Tahap ini dilakukan selama 7 hari sehingga tanaman kayu apu siap digunakan sebagai proses penurunan logam berat dan sifat biologi serta kimia pada limbah cair tahu. Proses aklimatisasi kayu apu dilakukan untuk adaptasi terhadap lingkungan baru, yaitu limbah cair tahu. Media aklimatisasi menggunakan campuran dari limbah cair tahu dan air PDAM. Air limbah cair tahu pada proses aklimatisasi menggunakan konsentrasi limbah cair tahu 20% dan 80% air PDAM (Raissa dan Tangahu, 2017). Setelah proses aklimatisasi, tanaman kayu apu dipindahkan ke dalam timba yang berisi limbah cair tahu untuk proses penyerapan limbah cair tahu oleh tanaman kayu apu menggunakan limbah cair tahu 50% dicampur dengan 50% air.
 
Limbah cair tahu diperoleh langsung dari industri pabrik tahu. Proses penyerapan dilakukan berdasarkan perlakuan jumlah tanaman kayu apu dan lama waktu penurunan logam berat dan sifat fisika oleh tanaman kayu apu. Tahap terakhir sebelum limbah cair tahu dibuang ialah dengan menunggu sampai limbah cair tahu mengalami perubahan warna, bau, serta rasa menjadi lebih jernih, tak berbau dan tak berasa. waktu yang dibutuhkan dalam pengendapan limbah cair tahu ialah selama 3 hari dengan banyak kayu apu yang dibutuhkan sebanyak 80 tanaman yang diprediksi dapat menurunkan konsentrasi polutan limbah cair tahu berupa kadar BOD, COD, serta zat tersuspensi. Untuk jumlah tanaman yang dibutuhkan penulis menggunakan perbandingan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yakni untuk menetralkan limbah cair tahu dengan kadar BOD 5643 ppm menjadi BOD 100 ppm, serta COD 6870 ppm menjadi COD 300 ppm yang sesuai dengan baku mutu  peraturan menteri Negara Lingkungan Hidup No 01 tahun 2010 KEP51-/MENLH/10/1995 maka dibutuhkan sekitar 80 tanaman hal tersebut didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Ashari (2021) yang membutuhkan tanaman kayu apu dengan jumlah 8 tanaman dengan lama tanam selama 15 hari untuk menurunkan konsentrasi Cu sebesar 0,66 ppm, BOD sebesar 34 ppm, COD sebesar 200 ppm, serta TSS sebesar 32 ppm  maka didapatkan hasil sebagai berikut:
 
Perbandingan
BOD (ppm)
COD (ppm)
Hasil Limbah Cair Tahu
5643
6870
Peraturan Pemerintah
100
300
Kemampuan Menetralkan Polutan
34
200
 
 BTP BOD      = (JP limbah cair tahu х 50% - KD yang aman)
                                                       = (5643 x 50%-100)/34= 80 tanaman
BTP COD       = (JP limbah cair tahu х 50% - KD yang aman)
                                                       = (6870 x 50% - 300)/ 200= 15 tanaman
Ket:
 
BTP:
Banyak tanaman penurunan
JP    :
Jumlah Polutan
KD  :
Kadar Polutan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pemaparan diatas berikut bahwa kayu apu memiliki kemampuan dalam mengurangi kadar pencemaran air yang disebabkan oleh kadar polutan limbah cair tahu, selain itu pemanfaatan filtrasi bertingkat dalam proses fotoremediasi juga dapat memaksimalkan hasil penurunan kadar polutan. Dengan adanya inovasi ini diharapkan darapkan dapat menyelesaikan permasalahan pencemaran air yang disebabkan oleh polutan limbah cair tahu, serta juga dapat mendukung Gerakan Nasional Indonesia Besih (GNIB) dan SDGs 2030.
 
Firasat bukan hanya berbicara pasal naluri
bukan hanya sebuah permasalahan akan hati
Juga tidak datang untuk membahas pasal konspirasi
Firasat datang untuk memberikan solusi
demi terjaganya bumi pertiwi.
 
*Alyaa Nur Karimah adalah Siswa SMA Nuris Jember, kelas XI MIPA 1 dan Anggota Ekskul KIR
Refresh halaman ini jika komentar tidak tampil